Kumpulan Puisi
Eloknya Negeriku
Eloknya
Negeriku
Kumpulan
Puisi
Sanksi
pelanggaran pasal 44:
1.
Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau
memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
2.
Barangsiapa
dengan sengaja menyerahkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Judul:
Eloknya Negeriku
[KUMPULAN PUISI]
Hak Cipta © oleh Iswan Sual
Penerbit The Humanizer College
Jln. Tondei-Ongkau Tondei Satu
Editor: Iswan Sual, S.S
Desain Sampul: Iswan Sual, S.S
Setting: Iswan Sual, S.S
Diterbitkan pertama kali
oleh The
Humanizer College, Tondei Satu 2012
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang
mengutip atau memperbanyak
sebagian atau
seluruh isi buku ini
tanpa izin dari Penerbit.
Dicetak oleh Percetakan The Humanizer College,
Tondei Satu
Isi adalah tanggung jawab percetakan
Persembahan
& Pengakuan
Karya ini aku persembahkan kepada
mama dan papa (Lexy Sual & Selvie Tombuku) yang senantiasa menjadi titik
air yang selalu menyejukkan dan surya yang selalu memberikan sinar tanpa
mengharap balasan. Aku bahagia menjadi anak kalian.
Terima kasih buat adik saya yang
terbaik: Iswadi Sual. Selalu memberikan inspirasi dan melihat dari sudut
pandang yang berbeda sehingga penulis tak selalu sempit berpikirnya. Kau adalah
adik dan teman yang kontributif dan inspiratif. Aku bangga memiliki adik
sepertimu.
Terima kasih juga buat Della Palapa yang
sudah banyak berkorban sehingga memungkinkan terbitnya buku ini. Makase so se pinjam printer.
Terima kasih juga buat Rikson
Karundeng, Fredi Wowor, Deni Pinontoan, Bapak H.B. Sondakh, Ibu Maria Th.
Djamen, Ibu Polin Sual, Ibu Selvi Bujung, Ibu Dei Wowor dan Ibu Helly Paat yang
telah pertama-tama memberikan
penghargaan. Kata-kata kalian membuat aku semakin berani untuk berkarya.
Terima kasih juga untuk Teater Ungu
yang sudah memberi ruang sehingga karya ini boleh terpublikasi kepada orang-orang
yang tertarik dengan karya sastra yang dibuat oleh tou Minahasa. Maju terus
Teater Ungu.
Penulis
Buku ini ku persembahkan untuk
Della Palapa
(kekasihu)
Iswadi Sual ,
Irma Sual (adik-adikku)
Gloria Sual,
Queenta Muntu untu, Aprilino Sual (kemenakanku)
Lexy Sual
& Selvie Tombuku (Papa dan Mamaku)
Sajak Untuk Seorang Yang Terbuang
Ibu,
Maafkan
anakmu bila tak bergaji tinggi
Untuk
membeli tanah berlapang-lapang
Hidup nyaris
melarat, Bukan konglomerat
Cita-citaku
bukan menumpuk harta
Tujuan
perahu hidupku bukan ketenaran
Dan pulau
mutiara berlimpah
Anakmu ingin bersahaja saja
Ingin memanjat berlaksa-laksa anak
tangga
Menapaki bongkah-bongkah derita
Menarik keluar dari kandang
mangsa-mangsa singa
Menyingkirkan para penghianat bangsa
Ibu,
Ampuni
anakmu yang tak berumah megah
Tak bisa
meruah masa rentahmu dengan manja
Ditemani
kursi malas dan dibelai empuk sofa
Keinginanku
bukan memburu emas
Halalkan
semua jalan, Beringas bak binatang buas.
Anakmu ingin begini saja
Makan minum apa ada dari meja
Tak ingin berkuasa memperkosa hak-hak
jelata
Sambil merampok janda-janda lemah
Ibu,
Maafkan aku
bila tak membuatmu bangga dengan mobil mewah
Menghiburmu
dengan lagu-lagu nun indah
Membalut
daging keriputmu dengan pakaian rancak
Meliputimu
dengan cahaya-cahaya hiasan cakrawala.
Anakmu ini ingin unjuk biasa-biasa
Tanpa kemeja serba mahal
berwarna-warna
Tanpa pagar-pagar baja
Tanpa bergaul dengan para ternama
Tanpa embel-embel yang dibuat-buat
Ibu,
Ampuni
anakmu bila berharap mati muda
Tak mau
beranakpinak
Tak mau
hidup berlama-lama
Tak mau
berumahtangga
Menaburi
hidup dengan bunga-bunga
Anakmu ini tak ingin menghirup udara
sia-sia
Ingin hidup bahagia sejatinya bahagia
Mengikuti dunia realita
Menuju tahta surga nan baka
Menuju Puncak Everest
Adinda,
Sungguh
indah engkau bersolek
Mata kami
terbelalak
Dibuatmu
Sayang
otakmu putih seputih stirofoam
Juga setakar
stirofoam
Adinda,
Kalau engkau
sekolah
Tentu para
bujang datang
Ke rumah
berlomba
Ada yang bermata
biru
Berkulit
putih
Digandrungi
pula harajuku
Adinda,
Keadaanmu
kini
Tak bisa
membawamu
Ke tahta
ratu
Memalukan
persis babu
Adinda,
Kau elok
berbenak dangkal
Sasaran
empuk para jahil
Akan
diolok-olok
Karena kau
tak beda
Dengan
monyet
Adinda,
Kau harus
pulang
Kepalamu
perlu diisi
Dengan bijak
Salomo
Agar nanti
kau tak melongoh
Adinda,
Dari rahimmu
kelak
Lahir
bocah-bocah penerus
Angkatan nun
cerdas
Penata
bangsa
Hingga punya
singasana
Adinda,
Kembalilah
lekas
Bikin
semuanya tuntas
Buatlah kita
menjadi pantas
Adinda,
Dari rahimmu
harus lahir
Bocah-bocah
pemikir
Tak mudah
tersingkir
Menakhluk
pucak Everest
Di Kota
Di kota sumpek.
Buatku rindu kampung
Dimana aku minum gratis
Dimana aku makan tak membayar.
Di kota muda-mudi
Saling meniduri.
Bebas.
Tapi harus bayar kadang-kadang.
Membuatku enggan pulang
Tercelah sedikit
Tersebar lekas-lekas.
Di kota orang bak kuda liar
Pergi ke padang lapang
Bebas makan sesuka hati
Bebas bersenggama dengan betina mana
saja
Tak pandang tempat.
Indukku tak marah
Dia berkata: “beranak pinaklah
Perbanyak kawanan
Itu urusanmu”.
Namun di kota ini aku hampir mati
Pantai sudah ditimbun
Hilang mata pencaharianku
Tlah dibangun Mall
Untuk kuda-kuda liar
Milik konglomerat.
Aku pulang saja
Berada di tengah kuda dan sapi jinak.
Mereka terganggu.
Kuda tua..kuda muda ku rayu
Mereka suka gayaku
Seperti selebriti yang juga liar
Hari ini kawin
Besok cerai
Mencari kepuasan badania
Berpetualang mencari
Kuda liar lainnya yang binal dan
tahan
Kata mereka padaku
“Hey kamu, sekolah tinggi
Tapi moralmu di pantat! Kuda cabul!
Enyah dari padang kami!
Terdesak aku.
Kuda dan lembuh muda desa di belakangku.
“Mari kita lawan bersama. Mereka itu kuno! Dasar tua bangka”.
Begitulah Lebih Baik
Ada suatu ketika
Yang semestinya tak terjadi
Begitulah lebih baik.
Jika dipaksakan apa yang kita anggap
ideal
Kita justru hanya akan gagal.
Aku terpaksa harus biarkan kau
tertinggal
Sendirian,
Supaya kau merenung
Bahwa ternyata aku bukanlah orang
Yang betul kau kenal.
Dan kau sadar, insaf, lepas dan
merasa beruntung.
Jangan cari aku di gunung-gunung
Karena mungkin aku ada di lembah
Jangan cari aku di lembah-lembah
Karena mungkin aku ada di gunung
Kadang ku termenung
Meninjau keputusanku
Namun percayalah keputusanku.
Supaya kau nanti tak dirundung
malang.
Adalah lebih baik jika aku kehujanan
Supaya di bawah payung kau
terlindung.
Adalah lebih baik.
Induk meninggalkan anak ayam.
Supaya nanti ia bebas terbang
melayang
Kepompong harus musnah
Supaya lahir kupu-kupu nan indah.
Negaraku banyak bermimpi
Negaraku banyak bermimpi
Jadi negara besar
Hingga boleh duduk dan berdiri
Dengan bangsa lain serata dan sejajar
Ku usul: didiklah kami
Supaya berilmu-berpengetahuan
Berakhlak dan bermoral
Tapi,
agaknya sulit.
Pemerintah kita
Pemuka agama kita
Orang tua kita
Tak bisa menjadi pendidik
Daerahku punya impian
Jadi maju dan berkembang
Hingga boleh duduk dan berdiri
Dengan daerah lain serata dan sejajar
Ku sarankan: latihlah kami
Supaya cakap, terampil
Terlatih dan ahli
Tapi rupanya tak gampang
Pemerintah kami
Pemuka agama kami
Guru kami
Tak cakap, tak terlatih dan tak
terampil
Desaku ada cita-cita
Jadi mandiri
Hingga tak disebut desa tertinggal
Makan dan minum tanpa membeli
Kubri gagasan: ajaklah sesama
Bercocok tanam, usahakan dan olahlah
tanah
Tapi sepertinya rumit
Pemerintah kami
orang tua kami
tak tahu menahu soal
tanam menanam lagi
Sabtu Indah
Tiada ku
sangkah,Tak pernah terpikir
Kita kan
jumpa,Di suatu pesta
Tak pernah
ku lupa
Waktu itu
hari sabtu
Tak disangkah-sangkah
Kita duduk
satu bangku
Awalnya
malu-malu
Akhirnya
kita ngobrol melulu
Suasana jadi
indah
Oh hari Sabtu
penuh kenangan, tiada gundah
Wahai yang
empunya segalanya
Yang
kekuasaannya melampaui cakrawala dan mega
Aku ingin
bertanya tentang cerita cinta
Haruskah
segera ku katakan
Segala yang
terpendam?
Ku tak mau
terusan terbeban
Meskipun
nantinya tiada jawaban
Tlah ku
temukan seorang gadis
Berparas
cantik, sedikit malu-malu
Gadis yang
ku dambakan
Pendamping
hidup berlangsung selalu
Oh Tuhan katakan
padanya
Ku cinta dan
ku berharap
Terimalah
aku jadi kekasihnya
Kasih tawar
Persoalan
hanyutkanku
Kegalauan
menyeretku
Jauh…jauh
sarat dengan kepahitan
Dalam…dalam
kepanikan
Keramaian…aku
sendirian
Kemeriahan…aku
kesepian
Teman
berbalik menyerang
Sahabat
kejam geram
Kasih
menjadi tawar
Cinta kurang
ajar…kurang ajar.
Hujat…hujat
Tuhan
Pekat-pekat
gelap awan
Jahat…jahat
pasti musnah
Tuhan…Tuhan
tolong
Ini hambamu
memohon
Anjing-anjing
melolong
Takut aku
tak bisa ditolong
Kepedulian
sudah menghilang
Ditelan
budaya saling makan
Hak fakir
dimusnakan
Yang
terlantar terabaikan
Wahai
saudara jangan kecut
Setelah mati
kita kan hidup
Baik-baiklah
dalam hidup
Sebelum
pintu tertutup
Apa Salah dan Keliruku?
Tiada pernah kuharap
Sifatmu begitu.
Seenaknya berdiam diri
Tidak mengabari.
Apa salah dan keliruku?
Harusnya kau memberitahu.
Besar dan dalam cintaku
Tidakkah kau tahu?
Rasa kuatir saat tiada kabar
Bukankah itu wajar?
Ku peduli
Kau marah memaki
Ku sayang kau menghalang.
Ku bingung dan kini kau melirih.
Besar dan dalam cintaku
Tidakkah kau tahu?
Rasa kuatir saat tiada kabar
Bukankah itu wajar?
Berupaya
Setinggi langit kami gantungkan
cita-cita
Sedalam lautan cinta kami bangun desa
Di antara Lolombulan dan Sinonsayang.
Lahirlah kami generasi baru
Susah payah menuntut ilmu
Kembali berbakti di desa...kampungku.
Hai kawan…ingatlah
Di punggung kitalah tanggungjawab
Harapan, mimpi, dan doa.
Kaum cendekiawan jangan lengah!
Bersatulah kita semua
Rukun, kritis, sekata.
Belajar, berjuang, maju dalam satu
wadah
Majulah KSMT
Kerukunan Siswa Mahasiswa Tondei
Maju desaku…maju bangsaku…
Ibuku…mamaku
Ibuku…
Saatku masih terlelap
Matamu tlah memerah karna asap
Pagi-pagi benar engkau bangun
Ibuku…
Kau ku panggil mama
Sbab dalam dirimu kasih sayang ada
Engkau begitu sigap
Mama…
Engkau banting tulah bantu papa
Supaya kelak aku jadi orang
Disanjung dan terpandang
Mama…
Seperti apa balasa yang kan kuberi
Menjawab setiap peluh tiada terperi
Mencoba terus memasang wajah berserih
Mamaku…
Kau ku sanjung sampai akhir hayat.
Kasmaran
Sungguh suatu kebetulan
Kita jumpa di pesta pernikahan
Pertama ku tatap jantungku berdegup
Berupaya ku tahan rasa gugup
Benar-benar tak disangkah
Kita betul bersebelahan, begitu dekat
Walaupun enggan, merapat tak terelak
Kita saling tanyajawab, menatap
Berharap-harap kataku berkesan
--Di hatimu
Kau bawa sampai kau pulang,
Menanti-nanti tingkahku kau pahami
Agar dapat memilikimu sampai mati
Oh pencipta mengertilah
Aku sedang kasmaran
Oh Tuhan pahamilah
Ini benar tak dapat ku tahan
Lebarnya jurang menganga
Pasti ku lewati
Asalkan sayang bawa potretku
Dalam mimpi
Brapapun jauh jaraknya
Mesti ku tempuh
Untuk buktikan padamu
Perasaan sungguh untukmu
Kau seperti buku-buku
Ku baca terus menerus
Kau buatku merindu
Hingga badan jadi kurus
Kiamat: mimpi buruk
Tubuhku panas dingin
Bagai diberi es dan ditiup angin
Mulut terasa pahit
Kepala berkontraksi berdenyut
Badan bagai perahu
Bergesar-kesana kemari
Arahpun tak tentu
Terserah sang kapten apa yang dipilih
Temperature meninggi
Akupun tak sadar diri
Bumi berputar begitu cepat
Planet saling tabrak. Ini sudah kiamat
Aku melihat benda-benda angkasa
Jaraknya begitu dekat
Perputaran bumi melambat
Hilang keseimbangan…ini gawat
Ketakutan melanda semua orang menjerit
Kepanikan menyerang
Semua orang berteriak
Tiba-tiba aku terbangun
Tubuhku bermandika peluh
Ternyata aku masih punya kesempatan
Hingga akhir keluhpun tak perlu
Harapan pendidik
Di kelas ini
bicara ku banyak
Para murid
pandang aku tak berkedip
Nanti, kelak
kalian kan jadi tokoh
Di kelas
ini, suaraku serak
Murid-murid
tak ada yang berisik
Kelak, nanti
kalian kan jadi sesepuh
Ke sekolah
langkah ku mulai lambat
Para murid
berlari enggan berpelan
Nanti, kelak
kalian kan jadi pejabat
Tubuhku
semakin berat
Kalian bertambah
bijak
Nanti,
jangan pernah lupa
Kau punya
tugas mulia
Cerdaskan
generasi berikutnya
Buat
bangsamu sarat nikmat
Inkonsistensi
Takut pada Tuhan-permulaan
pengetahuan
Begitulah kata guru agamaku
Saat hadir di ruang kelas.
Toleransilah dan jangan curang
Begitulah tutur guru
kewarganegaraanku
Saat tampil di ruang kelas.
buku seorang
Teruslah jujur dan tekun
Seperti itulah orang tua menasihatiku
Ketika kami berjalan, makan bersama.
Berdoa serta bekerjalah
Seperti itulah pendeta mengkhotbahiku
Ketikaku berserah dalam gereja.
Semua yang dikatakan
Tersimpan dalam benak.
Segala yang dituturkan
Menancap dalam sanubari.
Setiap yang dinasihatkan
Terpendam di lubuk hatiku yang
terdalam.
Seluruh yang dikhotbahkan
Meresap ke dalam sukma.
Namun,
Mengapa kini kuperhatikan,
Tindak tandukmu lain?
Mengapa sekarang ku amati,
Sikapmu menyimpang?
Namun,
Kenapa hari ini ku lihat,
Kau injak-injak didikan dan hikmat?
Kenapa kali ini ku tatap,
Sikapmu pilih buluh dan curang?
Sembunyi-sembunyi,
Kau ternyata rakus,
biadab bahkan buas.
Diam-diam,
Kau sebenarnya kurangajar,
pencuri dan pendosa.
Kau buatku kecewa
Kau bikin aku terhenyak
Lebih baik tanpa guru
Daripada punya,
Tapi bejat
Adalah lebih baik tak ada guru
Daripada dapat,
Tak berahklak.
Kalian buatku terasing
Kalian buatku bak orang sinting
Durhakakah aku
pabila tak mau lagi menghargaimu?
S’bab rusaklah moralmu
S’bab sesatlah prilakumu.
Hai pendeta,
Kalian cerdas bermain sandiwara.
Hai pendeta,
Kalian tangkas bermain akrobat.
Mulutmu memuja-Nya
Lakumu menghujat Dia
Bibirmu memuji-Nya
Hatimu congkak terhadap Dia.
Wahai adik-adikku,
Janganlah tingkahmu seperti mereka
Karena,
Teruslah mereka ke neraka
Wahai anak-anakku,
Jangan kalian tiru tabiat mereka
S’bab Tuhan tentu akan marah.
Tondei Satu, 29 Maret 2010
[Hari Pertama Ujian Akhir
Nasional SMP]
Buku
Bentukmu
membosankan
Asalmu dari
dua unsur saja
Kau hanya
putih
Kau hanya
hitam, kadang multi warna
Tapi, kau
tiada guna jika tak ku buka
Penyukamu cuma
orang gila
Haus benar
dahaga bijaksana
Termasuk aku
Ya, aku orang sinting
Haus benar
dahaga bijaksana
Bila tak ada
yang menyentuhmu
Kau dilahap
kutu
Hingga
hancur berkeping
Namun kau
dalam
Lebih dalam
dari lautan
Siapa yang
menyelamimu
Matanya
terbuka tajam
Telinga
terang peka
Tak jarang
banyak yang tenggelam
Hilang nyawa
karna kekenyangan
Kau yang
buat aku cerewet tapi santun
Kau tuntun
aku jadi nekat namun tak linglung
Aku penuh
hikmat
Slamat di
dunia dan akhirat
Tapi kini
kau dijauhi
Posisimu
direbut tivi
Kini jadi
pembungkus kacang
Bahkan jadi
penyeka pantat
Kau
disobek-sobek penuh dendam
Tak ada yang
insaf
Kaulah yang
lahirkan Sukarno
Kau juga
yang peranakan Hatta
Cendekiawan
Satu tekad satu tujuan
Dari situlah kita memulai
Semua demi suatu kemajuan
Hendaklah kita jangan lalai.
Menuntut ilmu mengejar pendidikan
Kehidupan cerdas layak di hari depan
Rukunlah kita, tak pernah bercerai
Membangun kampung yang kita cintai.
Sadarlah…milikilah kemampuan.
Bangkitlah…kejarlah impian.
Bekerjalah…dengan penuh kesungguhan.
Karena kaum cendekiawan adalah panutan.
Berjalanlah…jangan tinggal diam.
Bertindak benar, kritis, hidup dalam keadilan.
Majulah kaum muda…kaum intelektual.
Kerukunan Siswa Mahasiswa Tondei.
Kucintaku (1)
Hai para manusia
Berhentilah konservatif
Kamu hiduplah sendiri
Tanpa harus bergantung berlebihan
Pada cinta dan kasih orang lain
Mereka…jangan kau jadikan Tuhan.
Ingat, orang lain takkan pernah
Memahami sepenuhnya
Karena mereka
Tak mengenalmu
Hanya kamu
Yang bisa
Kamu yang paling tahu
Secara tepat kapan kamu lapar
Lelah, sakit, menderita
Sedih, bahagia,
Senang dan gembira.
Apa mereka tahu?
Mereka selalu bilang cinta
Tapi , apa iya?
Dirimu sendiri tak pernah
Bahkan lupa bilang cinta
Dan sayang
Namun slalu tahu kapan
Kau menderita dan bahagia
Berhentilah berharap pada cinta
Dari bukan kamu!
Karena itu takkan sia-sia
Sama skali tidak.
Busuk aku nantinya
Benak
berkecamuk memberontak
Lama
tersiksa dalam penjara jiwa
Di rumah ini
tak ada hormat
Di rumah ini
sarat laknat
Kecewa aku dibuat sesama darah
Barangkali aku sama pula di mata
mereka
Perut terasa
mual terganjal
Lama menahan
muntah serasa mau keluar
Di rumah ini
tak lagi ada nurani
Di rumah ini
penuh nafsu duniawi
Sakit-sakit aku dibuatnya
Mampus aku rasanya
Tenggorakan
tercekik kian sempit
Lama nafas
terhenti
Di rumah ini
terdapat bejat
Di rumah ini
semuanya tlah rusak
Mayat aku jadinya
Busuk aku nantinya
Kucintaku (2)
Maafkan aku
Tlah berdosa padamu
Tlah lama aku biarkan
Kau sendirian
Hanya untuk menyenangkan
Perempuan
Dan akhirnya yang ku tuai
Hanya tipuan
Seperti menginjak kulit durian
Aku banyak mengabaikanmu
Terjebak dalam kepuasan penuh
Hingga akhirnya jadi jenuh
Bahkan jadi budak cinta mereka karena
luluh
Aku menyesal
Menyesal aku
Ternyata tak seorangpun selain engkau
Pujaan hatiku: yang mengerti aku
Yang peduli aku
Yang perhatian padaku
Memang ternyata tak ada yang sayang
Pada manusia secara penuh
Selain dirinya sendiri
Cinta sejati: aku mencintai aku
Cinta tanpa dusta
Cinta yang amat jujur tak kenal umur
Eloknya Negeriku
Adakah tanah
sesuburmu yang dapat ku tanami?
Tak ada
duanya…
Nyiur,
cengkeh dan beragam tanam
Tumbuh
dengan kencang
Esoknya
sudah boleh dipanen…
Adakah negeri seindahmu bisa kulalui?
Tak ada duanya…
Lolombulan dan Sinonsayang
Luas
sekali terbentang
Hasil buminya sungguh buat kami
kenyang
Wahai
saudara,
Eloknya
negeriku sulit dilupa
Boleh saja
aku jauh di seberang
Namun tak
bisa berlama
Tak tahan
berpisah dari tanah nan indah
Sejauh mata memandang
Cantikmu kian benderang
Makin lama ku tinggalkan
Berat rasa aku menahan kangen
Wahai
saudari,
Bagaimana
hati tak tertawan
Air melimpah
semuanya tersiram
Insan
manapun kan nyaman
Bila
tinggal, hidup kan tentram
Titik –titik air
Titik titik
air kecil-kecil jatuh dari langit
Menyambar
mukaku dengan lembutnya
Amboi…seperti
tersadar aku dari mimpi yang panjang.
Lama berselang titik air sampai dada
Melewati paha hingga kaki
Semua kini telah kuyub
Sebentar lagi badanku menggigil
Tapi,
sejujurnya, suasana dinginnya
buatku
hanyut dalam kesedapan lamunan panjang
Titik-titik
air buatku ber mimpi sampai lupa diri.
Tak tahu
mengapa. Aku hanya suka.
Suka pada
titik air membasahi muka.
Ratuku
Memang...sulit memastikan sesuatu.
Mungkin hanya Tuhan yang bisa.
Namun aku telah berketetapan
Untuk bilang
Ku tlah jatuh cinta dan sayang
Padamu.
Ada orang rela mati
Dengan bom bunuh diri
Untuk bela agama mereka.
Tapi aku ingin mati di sisimu gadis
impianku
Ada seorang penyanyi berkonser
Untuk para penggemar
Tapi ku ingin menyanyi hanya untukmu
ratuku.
Ada orang sibuk berpelesir kesana
kemari
Tapi aku ingin berada di sisimu slalu
sayangku.
Bukti Cinta
Jiwa bergejolak
Raga menahan isak
Ketika kudengar kau kan bertolak
Ke suatu tempat yang masih abstrak.
Tubuhku gemetar
Ragu dan curiga bercampur.
Aku jatuh terkapar
Takut kau nanti ingkar
Tentang bunga nan indah yang tlah
mekar.
Jarak antara kita
Kini merobek kemesraan kita.
Jarak…Kini kau musuhku.
Waktu…Duduk menemani.
Apakah cintamu murni?
Waktu…kini jadi sobatku.
Haruskah aku menunggu tanpa sangsi?
Wajarkah aku cemburu tanpa bukti?
Kasih,
Walaupun kenangan indah menjadi
puing-puing.
Impian mencinta t’lah mengering
Hati hancur lebur. Dan harapan kini
kendur.
Kutunggu kau sampai usiaku usur.
Kalian Gila
Terlampau
lama waktu ku tapaki
Hidup trasa
begitu monoton
Upaya
sungguh berakibat kosong
Nol besar!
Ku tulisi kertaskertas
Goresan warnawarni
Tercipta karya elok
Tapi sayang, itu smua sebelah mata
dipandang
Mereka
bilang:
Wahai…sarjana
percuma bergelar
Kalau
kantong tak penuh uang
Omong
kosong!
Aku tak ber-uang!
Yang ku punya ialah pengabdian
Pengabdian ini untuk semua orang
Ku sadari
aku jenis yang tlah usang
Namun suatu ketika
Kepadaku
kalian akan berpaling
Saat itu aku
tlah tertanam
Dalam liang
Ketika itu
aku tlah berpulang
Dikunyah
cacing dan kelabang
Percuma penghormatan
Tiada guna penghargaan
Aku tlah tiada
Hilang tertelan dalamdalam
Keringat
bercucuran
Hampir habis
Gagasan
terhisap
Dikeruk
nyaris kering
Segala itu
dianggap mereka sampah
Tak ubahnya
kotoran manusia
Insaf! Insaf!
Kelak kalian kan sadar
Akulah yang waras
Kalianlah yang gila!
Untukmu Yang Sudah Tak Tahan
Di kala hari
telah sore. Timbul niat dalam benak
Jemput sang
kekasih yang sedang pergi
“Mengapa kau
harus pergi?
Sementara
aku masih di sini.”
Kita tlah sepakat
Berpadu dalam satu ikat
Merenda hari esok nan bahagia
Tanpa ratap tanpa airmata
Tak usah
menghindar lagi!
Jangan kau
rajut tragedi!
Dulu srasa seperti bulan kau ku
rindukan
Kini kepahitan mau tak mau mesti
ditelan
Kalau memang sinar tak punya
Mengapa kau datang tunjukkan muka
Adalah lebih
baik nyawaku tercabut
Daripada
hidup dilingkupi kabut
Pergilah
bila tak lagi tahan
Agar berat
tidak kian menekan.
SIKLUS
Dalam
kepedihan
Melangkah
aku menuju dunia sengsara
Dari jauh
bau busuk menyengat
Kepala
pening isi perut mau minggat
Mereka yang tenar kini gentar
Mereka yang kuat kini sekarat
Takut serta hilang keberanian
Lemah tak lagi kuat
Ku lihat
daging mereka dirobekrobek
Jiwa mereka
remukremuk
Tak hentinya
berteriakteriak
Menahan
sakit terkeratkerat
Kasihan, dulu mereka begitu sombong
Busungkan dada menginjak sang
telanjang
Kasihan, dulu mereka begitu angkuh
Mencabikcabik kami hingga hancur
Wahai yang
duduk
Ingat! Suatu
kelak kau kan tertunduk
yang
menginjak akan terinjak
yang
beringas akan digilas
wahai yang duduk di tahta
Camkan! Suatu kelak kau membusuk
Yang bengis akan terbakar hangus
Hangus dalam kebakaan
Kepada Yang Tak Terampun
Wahai yang tlah jatuh
Slamanya kau kan mendapat malu
Pikulanmu akan beribu-ribu
Sampai kau terbunuh
Jangan
berharap pengampunan
Sbab kini itu adanya di
surga
Jangan berharap
pengampunan
Sbab itu hanya ada dalam
kitab
Wahai yang tlah jatuh
Kehormatanmu tlah lumpuh
Citramu sudah luluh
Hingga tubuhmu membusuk
Mungkin kau menjerit dan
bergumam:
Tak berlakukah kini pengampunan?
Usah menunggu belas
kasihan
Namamu hancur tertindih
batu nisan
Wahai yang tlah jatuh
Dendam kan dibalaskan padamu
Pun semua yang tak pernah kau laku
Karna begitulah hukum
Jangan mengharap ampun
Sbab mereka bukan Tuhan
Jangan mengharap ampun
Sbab langit telah
menghitam
Wahai yang tlah jatuh
Percuma kau berpeluh
Bagi mereka kau adalah musuh
Sangka mereka kau pembunuh
Kau hanyalah cerminan:
kita hanyalah insan
Kau hanyalah suri bahwa
kita hanya uapan
Kau hanyalah ujian
Apa dalam dunia masih ada ampunan
Wahai yang tlah jatuh
Percuma kau mengeluh
Seisi jagat telah membatu
Smuanya tlah membeku
Sabarlah walau ditikam
Tahanlah pada hujaman
pedang
Usah harap pengampunan
Taruh bebanmu di punggung
Wahai yang tlah jatuh
Kesanalah kau menuju
Meski berat tetaplah maju
Kau nanti diubah putih seperti
salju
Hanya, diatas lumpur janganlah kau
berjalan
Kegelapan usah kau ingatingat
Kepada-Nya kau mesti mendekat
Kelak beban pasti lenyap
Derita seorang Idealis
Satu satunya yang kering
Adalah aku
Mereka telah tercebur dan menceburi diri dalam tahi
Tapi berani mengajar murid
Tentang nurani
Mereka tak gentar
Meski tindak tiada harmoni
dengan
Apa yang mereka ajar
Sungguh kurang ajar!
Satu satunya yang masih bersih
Adalah aku
Mereka telah berlumur dan melumuri diri dengan etika basi
Tapi berani bicara bersih
Tentang hidup suci
Mereka merasa benar
Meski tutur tiada harmoni
dengan
Apa yang mereka ujar
Benar benar hambar!
Satu satunya yang peduli
Adalah aku
Mereka saling melempar dengki
Tapi berani ajar empati
Dalam hati penuh maki!
Mereka merasa punya hati
Meski tiada harmoni
Tak patut dipuji
Amat perih!
Kutukan Burung Sesangkar
Bau busuk ini bukan aku penyebabnya
Menusuk masuk ke rongga tubuh
Meracuni hati merusak otak
Tapi mengapa aku yang mesti mengangkatnya?
Kenapa aku mesti menyimpannya dalam kantong?
Bau busuk ini merasuk dalam jiwa
Mengoyak-ngoyak sukma
Aku terpingkal-pingkal
Meronta-ronta menderita
Kenapa aku harus menelannya?
Sadis! Sadis!
Burung-burung sesangkar
Mendorongku hingga tergelangsar
Ikrar-ikrar sedarah
Dibuat pengkar
Aku adalah Yusuf yang dibuang
Dalam sumur
Aku adalah Yusuf yang dizalimi
Di rumah potifar
Tak tahu hingga kapan batin ini tahan
Aku adalah kotoran
Bagi burung sesangkar
Aku hanyalah rongsokan
Lebih baik mati muda
Jangan aku mampus di kala aku tlah renta
Biarlah aku diterkam tanah saat masih berjaya
Janganlah aku roboh ketika tulang sudah keropos
Biarlah diberangus saat sanggup tegak lurus
Masa tua adalah neraka
yang menganga
Uban kepala tanda jahanam
membara
Tak mau aku jadi beban
mereka
Tak mau aku jadi keluh
kesah saudara
Aku memilih ditelan bumi
Tinimbang jadi batu berat di bahu
Aku memilih sendiri
Tinimbang jadi penghalang
kebahagiaanmu
Penulis
Iswan Sual, S.S adalah
seorang pemula dalam persoalan sastra. Namun sangat prihatin dan begitu
bersemangat dengan hal ini. Dia adalah lulusan S1 dari Universitas Negeri
Manado. Fakultas Bahasa dan Seni. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Program
Studi Bahasa dan Sastra Inggris.
Dia berprofesi sebagai seorang guru di sebuah SD
dan SMP di desa Tondei.
Banyak terlibat dalam kegiatan gereja dan
kemasyarakatan di desanya. Sekarang ini menjabat sebagai Ketua Komisi Pelayanan
Kategorial Pemuda Jemaat GMIM “Bukit Moria” Tondei Satu.
Suka membaca dan berekspresi lewat. Tertarik untuk
belajar politik, sejarah, sastra dan seni budaya dan ingin sekali melahirkan
karya-karya yang berdasar pada pemikiran Tou Minahasa (Minahasan-based
Thought).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar